Aku masih ingat pertama kali dengar tentang Gunung Leuser. Bukan dari guru geografi, tapi dari temen lama yang entah kenapa obsesinya tuh sama satwa liar. Katanya, “Bro, kalau lo belum ke Leuser, lo belum travel tahu gimana hutan asli Indonesia itu.” Kalimat itu nempel banget di kepala.
Akhirnya, setelah wikipedia menunda-nunda selama hampir dua tahun, aku mutusin buat berangkat. Nggak sendiri, tentu. Ada tiga temen—dua dari komunitas hiking, satu lagi fotografer satwa liar yang katanya PROTOGEL pengen cari si orangutan sumatera. Dan, ya, Leuser emang surganya.
Kenapa Gunung Leuser?
Buat yang belum tahu, Taman Nasional Gunung Leuser itu bukan cuma tempat hiking. Ini tempat yang luar biasa megah dan… jujur, sedikit menakutkan. Bayangin aja: areanya lebih dari 7.000 km², mencakup Aceh dan Sumatera Utara. Salah satu dari dua tempat terakhir di dunia di mana harimau, orangutan, badak, dan gajah masih hidup berdampingan secara liar. Ini tuh level National Geographic banget.
Aku sendiri awalnya nggak terlalu ngeh betapa pentingnya kawasan ini sampai mulai baca-baca. Ternyata, Gunung Leuser adalah salah satu dari World Heritage Rainforest yang diakui UNESCO. Jadi ya, bukan cuma keren buat Instagram, tapi penting banget buat ekosistem dunia.
Persiapan (dan Beberapa Kesalahan Bodoh yang Aku Lakuin)
Kalo kamu pikir hiking ke Leuser itu kayak naik ke gunung biasa, ya… salah besar. Ini bukan Semeru atau Merbabu. Ini hutan tropis basah yang lebat, lembab, dan penuh kejutan.
Salah satu kesalahan pertama yang aku buat? Bawa sepatu trekking biasa. Padahal mustinya aku invest di sepatu anti-air dan punya grip kuat. Hari pertama aja, udah sempat kesandung akar dan jeblos ke lumpur. Kaki basah seharian, dan rasanya… ya bisa ditebak, lecet semua.
Lalu masalah makanan. Kita pikir, “Ah, bawa mi instan dan abon cukup lah.” Gagal total. Setelah dua hari, semua pengen nasi beneran. Untung porter yang kita sewa bawa bekal cadangan dan masak pake cara tradisional. Pelajaran penting banget: jangan remehin logistik kalau masuk hutan tropis.
Tips Persiapan:
Pakai sepatu tahan air dan punya grip tajam.
Bawa jas hujan ringan tapi kuat. Jangan andalkan ponco plastik murahan.
Pilih pakaian cepat kering (quick dry).
Sewa guide lokal atau porter, mereka paham jalur dan bisa jadi penyelamat.
Siapkan obat anti lintah dan antiseptik. Leuser terkenal banyak pacet.
Latihan fisik minimal dua minggu sebelum berangkat. Medannya nggak main-main.
Masuk Leuser: Antara Takjub dan Parno
Kami masuk dari daerah Bukit Lawang, pintu gerbang yang paling populer untuk masuk Leuser. Jalurnya bisa disesuaikan, ada yang 1 hari, 2 hari, sampai ekspedisi seminggu lebih. Kami ambil opsi 4 hari 3 malam. Cukup buat ngerasain hutan, tapi nggak sampe kehilangan sinyal hidup.
Hari pertama itu campur aduk banget. Excited, takut, amazed. Baru satu jam jalan, udah lihat jejak tapak gajah. Kata guide kami, Bang Rijal, itu tanda gajah liar baru lewat pagi-pagi. Aku langsung waspada, tapi jujur… hati ini senang banget. Gila, ini habitat alami gitu loh.
Sore hari, kami mendirikan tenda di pinggir sungai kecil. Suaranya tenang, udaranya lembab, dan nyamuknya… yah, luar biasa galak. Tapi malam itu juga pertama kalinya aku denger suara siamang dari kejauhan. Merinding, bukan karena takut, tapi karena kagum.
Momen Paling Gokil: Ketemu Orangutan Liar
Hari kedua jadi highlight trip ini. Kita lagi jalan pelan, ngelewatin jalur yang agak sempit di antara pepohonan tinggi. Tiba-tiba Bang Rijal berhenti dan kasih isyarat buat diam. Tangan nunjuk ke atas.
Dan… di atas sana, nongkrong santai seekor orangutan sumatera betina, sambil gendong anaknya. Aku bener-bener speechless.
“Namanya Minah,” kata Bang Rijal pelan. Ternyata dia udah beberapa kali ketemu sama orangutan yang satu ini. “Dia udah mulai terbiasa liat manusia, tapi jangan deket-deket, apalagi ngeluarin makanan.”
Kami diem, cuma motret dari jauh. Anak orangutannya lucu banget, ngelilit di lengan ibunya kayak guling. Dan di saat itu aku sadar—segala capek, pegal, lecet, worth it banget.
Pelajaran dari Leuser: Alam Punya Aturannya Sendiri
Salah satu hal paling bikin sadar diri selama di Leuser adalah… kita ini tamu. Bukan raja. Nggak bisa maksa alam ikut aturan kita.
Misalnya waktu malam kedua, badai datang tiba-tiba. Tenda sempat miring, air masuk, dan kami harus geser ke lokasi agak tinggi. Kalo bukan karena pengalaman Bang Rijal, mungkin kita udah panik duluan.
Di Leuser, kamu belajar buat nggak egois. Belajar denger, bukan cuma ngomong. Belajar sabar, karena sinyal HP nggak ada, listrik juga nihil. Tapi justru itu yang bikin kita lebih ‘hidup’.
Aku juga jadi lebih paham soal konservasi, soal kenapa habitat kayak gini harus dijaga. Karena kalau rusak, bukan cuma satwa yang hilang—tapi juga ilmu, keseimbangan, bahkan identitas kita sebagai bangsa.
Apa yang Aku Bawa Pulang (Selain Bekas Gigitan Pacet)
Leuser ngajarin banyak hal, bukan cuma soal fisik tapi juga soal mental. Dari mulai persiapan yang ngaco sampai akhirnya survive dan malah ketagihan.
Dan satu hal yang aku rasain setelah pulang: aku jadi lebih peduli sama lingkungan. Gak harus jadi aktivis, tapi mulai dari hal kecil aja—ngurangin plastik, gak buang sampah sembarangan, atau bahkan cuma cerita kayak gini… itu udah langkah.
Tips Buat Kamu yang Mau ke Gunung Leuser:
Datang pas musim kering (Juni–September). Lebih aman dan minim pacet.
Gunakan jasa guide resmi. Banyak yang asal-asalan, tapi ekowisata yang baik selalu kerja sama sama pemandu lokal.
Jangan kasih makan satwa liar. Sekali dikasih, mereka bisa berubah perilaku.
Bawa senter/headlamp yang kuat. Malam di hutan itu gelap gulita.
Buat dokumentasi tapi tetap jaga jarak. Kamera boleh, tapi jangan invasi habitat mereka.
Penutup: Leuser Bukan Sekadar Tempat, Tapi Pelajaran Hidup
Kalau ada satu tempat yang bisa ngerubah cara pandang kamu tentang hidup, Gunung Leuser adalah kandidat kuatnya. Serius.
Ini bukan soal naik gunung cari pemandangan bagus. Ini tentang mengenal Indonesia yang liar, yang megah, dan yang… ya, agak menantang.
Dan percaya deh, setelah kamu balik dari Leuser, kamu gak akan jadi orang yang sama. Dalam arti positif, tentu aja.
Kalau kamu suka tantangan, suka satwa liar, atau cuma pengen keluar dari rutinitas dan merasa alive, cobalah ke Leuser. Tapi siapin diri baik-baik. Ini bukan tempat buat gaya-gayaan, ini tempat buat yang mau belajar dan menghargai alam.
Baca Juga Artikel Ini: Batam Zoo Paradise: Surga Kebun Binatang Modern di Tengah Kota Batam